I. KONSEP GAYA KEPEMIMPINAN
Menurut William H.Newman (1968) dalam Miftah Thoha (2003;262)
kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain atau seni
mempengaruhi perilaku manusia baik perorangan maupun kelompok. Dan satu hal
yang perlu diingat bahwa kepemimpinan tidak harus dibatasi oleh aturan-aturan
atau tata karma birokrasi. Kepemimpinan bisa terjadi dimana saja, asalkan
seseorang menunjukkan kemampuannya mempengaruhi perilaku orang lain kearah
tercapainya suatu tujuan tertentu.
Bahasan mengenai pemimpin dan
kepemimpinan pada umumnya menjelaskan bagaimana untuk menjadi pemimpin yang
baik, gaya dan sifat yang sesuai dengan kepemimpinan serta syarat-syarat apa
yang perlu dimiliki oleh seorang pemimpin yang baik. Meskipun demikian masih
tetap sulit untuk menerapkan seluruhnya, sehingga dalam prakteknya hanya
beberapa pemimpin saja yang dapat melaksanakan kepemimpinannya dengan baik dan
dapat membawa para pengikutnya kepada keadaan yang diinginkan.
Kepemimpinan dapat dikategorikan sebagai ilmu sosial terapan (applied social
sciences). Hal ini didasarkan kepada pemikiran bahwa kepemimpinan dengan
prinsip-prinsipnya mempunyai manfaat langsung dan tidak langsung terhadap
upaya mewujudkan kesejahteraan umat manusia.
Kepemimpinan seperti halnya
ilmu-ilmu yang lain, mempunyai berbagai fungsi antara lain, menyajikan berbagai
hal yang berkaitan dengan permasalahan dalam kepemimpinan dan memberikan
pengaruh dalam menggunakan berbagai pendekatan dalam hubungannya dengan
pemecahan aneka macam persoalan yang mungkin timbul dalam ekologi kepemimpinan.
Kepemimpinan sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan, yang mempunyai peran
penting dalam rangka proses administrasi. Hal ini didasarkan kepada pemikiran
bahwa peran seorang pemimpin merupakan implementasi atau penjabaran dari fungsi
kepemimpinan. Fungsi kepemimpinan merupakan salah satu di antara peran
administrator dalam rangka mempengaruhi orang lain atau para bawahan agar
mau dengan senang hati untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan
sebelumnya.
Gaya kepemimpinan, mengandung pengertian sebagai suatu
perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin, yang menyangkut kemampuannya
dalam memimpin. Perwujudan tersebut biasanya membentuk suatu pola atau bentuk
tertentu. Pengertian gaya kepemimpinan yang demikian ini sesuai dengan pendapat
yang disampaikan oleh Davis dan Newstrom (1995). Keduanya menyatakan bahwa pola
tindakan pemimpin secara keseluruhan seperti yang dipersepsikan atau diacu oleh
bawahan tersebut dikenal sebagai gaya kepemimpinan.
Hersey dan Blanchard (1992)
berpendapat bahwa gaya kepemimpinan pada dasarnya merupakan perwujudan dari
tiga komponen, yaitu pemimpin itu sendiri, bawahan, serta situasi di mana proses
kepemimpinan tersebut diwujudkan. Bertolak dari pemikiran tersebut, Hersey dan
Blanchard (1992) mengajukan proposisi bahwa gaya kepemimpinan (k) merupakan
suatu fungsi dari pimpinan (p), bawahan (b) dan situasi tertentu (s)., yang
dapat dinotasikan sebagai : k = f (p, b, s).
Menurut Hersey dan Blanchard,
pimpinan (p) adalah seseorang yang dapat mempengaruhi orang lain atau kelompok
untuk melakukan unjuk kerja maksimum yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan
organisasi. Organisasi akan berjalan dengan baik jika pimpinan mempunyai
kecakapan dalam bidangnya, dan setiap pimpinan mempunyai keterampilan yang
berbeda, seperti keterampilan teknis, manusiawi dan konseptual. Sedangkan
bawahan adalah seorang atau sekelompok orang yang merupakan anggota dari suatu perkumpulan
atau pengikut yang setiap saat siap melaksanakan perintah atau tugas yang telah
disepakati bersama guna mencapai tujuan. Dalam suatu organisasi, bawahan
mempunyai peranan yang sangat strategis, karena sukses tidaknya seseorang
pimpinan bergantung kepada para pengikutnya ini. Oleh sebab itu, seorang
pemimpinan dituntut untuk memilih bawahan dengan secermat mungkin.
Adapun situasi (s) menurut
Hersey dan Blanchard adalah suatu keadaan yang kondusif, di mana seorang
pimpinan berusaha pada saat-saat tertentu mempengaruhi perilaku orang lain agar
dapat mengikuti kehendaknya dalam rangka mencapai tujuan bersama. Dalam satu
situasi misalnya, tindakan pimpinan pada beberapa tahun yang lalu tentunya
tidak sama dengan yang dilakukan pada saat sekarang, karena memang situasinya
telah berlainan. Dengan demikian, ketiga unsur yang mempengaruhi gaya
kepemimpinan tersebut, yaitu pimpinan, bawahan dan situasi merupakan unsur yang
saling terkait satu dengan lainnya, dan akan menentukan tingkat keberhasilan
kepemimpinan.
II. MACAM-MACAM PEMIKIRAN GAYA
KEPEMIMPINAN
Ada beberapa jenis gaya kepemimpinan yang di
tawarkan oleh para pakar leardership, mulai dari yang klasik sampai kepada yang
modern yaitu gaya kepemimpinan situasional model Hersey dan Blancard.
II.1.
Teori Gaya Kepemimpinan Klasik
Teori klasik gaya kepemimpinan mengemukakan, pada
dasarnya di dalam setiap gaya kepemimpinan terdapat 2 unsur utama, yaitu unsur
pengarahan (directive behavior) dan unsur bantuan (supporting
behavior). Dari dua unsur tersebut gaya kepemimpinan dapat dikelompokkan
menjadi 4 kelompok, yaitu otokrasi (directing), pembinaan (coaching),
demokrasi (supporting), dan kendali bebas (delegating).
1. Mengarahkan (directing)
Gaya kepemimpinan yang mengarahkan, merupakan respon kepemimpinan yang
perlu dilakukan oleh manajer pada kondisi karyawan lemah dalam kemampuan, minat
dan komitmenya. Sementara itu, organisasi menghendaki penyelesaian tugas-tugas
yang tinggi. Dalam situasi seperti ini Hersey and Blancard menyarankan agar
manajer memainkan peran directive yang tinggi, memberi saran bagaimana
menyelesaikan tugas-tugas itu, dengan terus intens berhubungan sosial dan
komunikasi dengan bawahannya.
Pertama pemimpin harus mencari tahu mengapa orang tersebut tidak
termotivasi, kemudian mencari tahu dimana keterbatasannya. Dengan demikian
pemimpin harus memberi arahan dalam penyelesaian tugas dengan terus menumbuhkan
motivasi dan optimismenya.
2. Melatih (coaching)
Pada kondisi karyawan menghadapi kesulitan menyelesaikan tugas-tugas,
takut untuk mencoba melakukannya, manajer juga harus memproporsikan struktur
tugas sesuai kemampuan dan tanggung jawab karyawan.
Oleh karena itu, pemimpin hendaknya menghabiskan waktu mendengarkan dan
menasihati, dan membantu karyawan untuk memperoleh keterampilan yang diperlukan
melalui metode pembinaan.
3. Partisipasi (participation)
Gaya kepemimpinan partisipasi, adalah respon manajer yang harus diperankan ketika karyawan memiliki tingkat kemampuan yang cukup, tetapi tidak memiliki kemauan untuk melakukan tanggung jawab. Hal ini bisa dikarenakan rendahnya etos kerja atau ketidakyakinan mereka untuk melakukan tugas/tangung jawab. Dalam kasus ini pemimpin perlu membuka komunikasi dua arah dan secara aktif mendegarkan dan mengapresiasi usaha-usaha yang dilakukan para karyawan, sehingga bawahan merasa dirinya penting dan senang menyelesaikan tugas.
Gaya kepemimpinan partisipasi, adalah respon manajer yang harus diperankan ketika karyawan memiliki tingkat kemampuan yang cukup, tetapi tidak memiliki kemauan untuk melakukan tanggung jawab. Hal ini bisa dikarenakan rendahnya etos kerja atau ketidakyakinan mereka untuk melakukan tugas/tangung jawab. Dalam kasus ini pemimpin perlu membuka komunikasi dua arah dan secara aktif mendegarkan dan mengapresiasi usaha-usaha yang dilakukan para karyawan, sehingga bawahan merasa dirinya penting dan senang menyelesaikan tugas.
4. Mendelegasikan (delegating)
Selanjutnya, untuk tingkat karyawan dengan kemampuan dan kemauan yang tinggi, maka gaya kepemimpinan yang sesuai adalah gaya “delegasi”. Dengan gaya delegasi ini pimpinan sedikit memberi pengarahan maupun dukungan, karena dianggap sudah mampu dan mau melaksanakan tugas/tanggung jawabnya. Mereka diperkenankan untuk melaksanakan sendiri dan memutuskannya tentang bagaimana, kapan dan dimana pekerjaan mereka harus dilaksanakan. Pada gaya delegasi ini tidak terlalu diperlukan komunikasi dua arah, cukup memberikan untuk terus berkembang saja dengan terus diawasi.
Selanjutnya, untuk tingkat karyawan dengan kemampuan dan kemauan yang tinggi, maka gaya kepemimpinan yang sesuai adalah gaya “delegasi”. Dengan gaya delegasi ini pimpinan sedikit memberi pengarahan maupun dukungan, karena dianggap sudah mampu dan mau melaksanakan tugas/tanggung jawabnya. Mereka diperkenankan untuk melaksanakan sendiri dan memutuskannya tentang bagaimana, kapan dan dimana pekerjaan mereka harus dilaksanakan. Pada gaya delegasi ini tidak terlalu diperlukan komunikasi dua arah, cukup memberikan untuk terus berkembang saja dengan terus diawasi.
Dalam gaya kepemimpinan klasik juga diperkenalkan beberapa gaya
kepemimpinan lain yang cukup populer yang pada prinsipnya merupakan sama
seperti gaya klasik diatas maupun gabungan dari beberapa gaya klasik yang
disebutkan sebelumnya. Gaya kepemimpinan
tersebut adalah gaya kepemimpinan otokrasi, gaya kepemimpinan pembinaan, gaya
kepemimpinan demokrasi dan gaya kepemimpinan kendali bebas.
Pada gaya kepemimpinan otokrasi, pemimpin mengendalikan
semua aspek kegiatan. Pemimpin memberitahukan sasaran apa saja yang ingin
dicapai dan cara untuk mencapai sasaran tersebut, baik itu sasaran utama maupun
sasaran minornya. Pemimpin juga berperan sebagai pengawas terhadap semua
aktivitas anggotanya dan pemberi jalan keluar bila anggota mengalami masalah.
Dengan kata lain, anggota tidak perlu pusing memikirkan apappun. Anggota cukup
melaksanakan apa yang diputuskan pemimpin. Gaya
kepemimpinan pembinaan mirip dengan otokrasi. Pada gaya kepemimpinan ini
seorang pemimpin masih menunjukkan sasaran yang ingin dicapai dan cara untuk
mencapai sasaran tersebut. Namun, pada kepemimpinan ini anggota diajak untuk
ikut memecahkan masalah yang sedang dihadapi. Pada Gaya kepemimpinan demokrasi, anggota memiliki peranan yang lebih
besar. Pada kepemimpinan ini seorang pemimpin hanya menunjukkan sasaran yang
ingin dicapai saja, tentang cara untuk mencapai sasaran tersebut, anggota yang
menentukan. Selain itu, anggota juga diberi keleluasaan untuk menyelesaikan
masalah yang dihadapinya. Gaya
kepemimpinan kendali bebas merupakan model kepemimpinan yang paling
dinamis. Pada gaya kepemimpinan ini seorang pemimpin hanya menunjukkan sasaran
utama yang ingin dicapai saja. Tiap divisi atau seksi diberi kepercayaan penuh
untuk menentukan sasaran minor, cara untuk mencapai sasaran, dan untuk menyelesaikan
masalah yang dihadapinya sendiri-sendiri. Dengan demikian, pemimpin hanya
berperan sebagai pemantau saja. Lalu, gaya kepemimpinan yang mana yang
sebaiknya dijalankan? Jawaban dari pertanyaan ini adalah tergantung pada
kondisi anggota itu sendiri. Pada dasarnya tiap gaya kepemimpinan hanya cocok
untuk kondisi tertentu saja. Dengan mengetahui kondisi nyata anggota, seorang
pemimpin dapat memilih model kepemimpinan yang tepat. Tidak menutup kemungkinan
seorang pemimpin menerapkan gaya yang berbeda untuk divisi atau seksi yang
berbeda. Kepemimpinan otokrasi cocok untuk anggota yang memiliki kompetensi
rendah tapi komitmennya tinggi. Kepemimpinan pembinaan cocok untuk anggota yang
memiliki kompetensi sedang dan komitmen rendah. Kepemimpinan demokrasi cocok
untuk anggota yang memiliki kompetensi tinggi dengan komitmen yang bervariasi.
Sementara itu, kepemimpinan kendali bebas cocok untuk angggota yang memiliki
kompetensi dan komitmen tinggi.
II. 2. Gaya kepemimpinan situasional model Hersey dan Blancard.
Mengambil contoh kepada
manajer dari suatu perusahaan yang berhasil menerapkan gaya kepemimpinan
situasional di perusahaan yang dipimpinnya
1. Gaya Kepemimpinan Kontinum
Gaya ini pertama
sekali dikembangkan oleh Robert Tannenbaum dan warren Schmidt. Menurut kedua
ahli ini ada dua bidang pengaruh yang ekstrim, yaitu:
·
Bidang pengaruh pimpinan (pemimpin lebih menggunakan
otoritas)
·
Bidang pengaruh kebebasan bawahan. (Pemimpin lebih menekankan
gaya demokratis)
2. Gaya Managerial Grid
Sesungguhnya,
gaya managerial grid lebih menekankan kepada pendekatan dua aspek yaitu aspek
produksi di satu pihak, dan orang-orang di pihak lain. Blake dan Mouton
menghendaki bagaimana perhatian pemimpin terhadap produksi dan bawahannya
(followers).
Dalam managerial grid, ada empat gaya yang ekstrim dan ada satu gaya yang berada di tengah-tengah gaya ekstrim tersebut.
Dalam managerial grid, ada empat gaya yang ekstrim dan ada satu gaya yang berada di tengah-tengah gaya ekstrim tersebut.
·
Grid 1 manajer sedikit sekali memikirkan produksi yang harus
dicapai. sedangkan juga sedikit perhatian terhadap orang-orang (followers) di
dalam organisasinya. Dalam grid ini manajer hanya berfungsi sebagai perantara
menyampaikan informasi dari atasan kepada bawahannya.
·
Grid 2 manajer mempunyai perhatian yang tinggi terhadap
produksi yang akan dicapai juga terhadap orang-orang yang bekerja dengannya.
Manajer seperti ini dapat dikatakan sebagai “manajer tim” yang riel (The real
team manajer) karena ia mampu menyatukan antara kebutuhan-kebutuhan produksi
dan kebutuhan orang-orang secara individu.
·
Grid 3 manajer memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi
terhadap orang-orang dalam organisasi, tetapi perhatian terhadap produksi
adalah rendah. Manajer seperti ini disebut sebagai “pemimpin club”. Gaya
seperti ini lebih mengutamakan bagaimana menyenangkan hati bawahannya agar
bawahannya dapat bekerja rileks, santai, bersahabat, tetapi tidak ada
seorangpun yang berusaha untuk mencapai produktlvitas.
·
Grid 4. adalah manajer yang menggunakan gaya kepemimpinan
yang otokratis (autrocratic task managers), karena manejer seperti ini lebih
menekankan produksi yang harus dicapai organisasinya, baik melalui efisiensi
atau efektivitas pelaksanaan kerja, tetapi tidak mempunyai atau sedikit
mempuyai perhatian terhadap bawahan.
Pemimpin yang baik adalah lebih memperhatikan terhadap produksi yang akan dicapai maupun terhadap orang-orang. Grid seperti ini berusaha menyeimbangkan produksi yang akan dicapai dengan perhatian terhadap orang-orang, dalam arti tidak terlalu menyolok. Manajer seperti ini tidak terlalu menciptakan target produksi yang akan dicapai, tetapi juga tidak mempunyai perhatian yang tidak terlalu menyolok kepada orang-orang
Pemimpin yang baik adalah lebih memperhatikan terhadap produksi yang akan dicapai maupun terhadap orang-orang. Grid seperti ini berusaha menyeimbangkan produksi yang akan dicapai dengan perhatian terhadap orang-orang, dalam arti tidak terlalu menyolok. Manajer seperti ini tidak terlalu menciptakan target produksi yang akan dicapai, tetapi juga tidak mempunyai perhatian yang tidak terlalu menyolok kepada orang-orang
3. GAYA KEPEMIMPINAN
SITUASIONAL DAN PRODUKTIVITAS KERJA
Gaya kepemimpinan, Secara
langsung maupun tidak langsung mempunyai pengaruh yang positif terhadap
peningkatan produktivitas kerja karyawan atau pegawai. Hal ini didukung oleh
Sinungan (1987) yang menyatakan bahwa gaya kepemimpinan yang termasuk di dalam
lingkungan organisasi merupakan faktor potensi dalam meningkatkan produktivitas
kerja. Dewasa ini, banyak para ahli yang menawarkan gaya Kepemimpinan yang dapat
meningkatkan produktivitas kerja karyawan, dimulai dari yang paling klasik
yaitu teori sifat sampai kepada teori situasional. Dari beberapa gaya yang di
tawarkan para ahli di atas, maka gaya kepemimpinan situasionallah yang paling
baru dan sering di gunakan pemimpin saat ini. Gaya kepemimpinan situasional
dianggap para ahli manajemen sebagai gaya yang sangat cocok untuk diterapkan
saat ini. Sedangkan untuk bawahan yang tergolong pada tingkat kematangan yaitu
bawahan yang tidak mampu tetapi berkemauan, maka gaya kepemimpinan yang seperti
ini masih pengarahan, karena kurang mampu, juga memberikan perilaku yang
mendukung. Dalam hal ini pimpinan atau pemimpin perlu membuka komunikasi dua
arah (two way communications), yaitu untuk membantu bawahan dalam
meningkatkan motivasi kerjanya. Selanjutnya, yang mampu tetapi tidak mau
melaksanakan tugas atau tangung jawabnya. Bawahan seperti ini sebenarnya
memiliki kemampuan untuk melakukan pekerjaan, akan tetapi kurang memiliki
kemauan dalam melaksanakan tugas. Untuk meningkatkan produktivitas kerjanya,
dalam hal ini pemimpin harus aktif membuka komunikasi dua arah dan mendengarkan
apa yang diinginkan oleh bawahan. Sedangkan gaya delegasi adalah gaya yang
cocok diterapkan pada bawahan yang memiliki kemauan juga kemampuan dalam
bekerja. Dalam hal ini pemimpin tidak perlu banyak memberikan dukungan maupun
pengarahan, karena dianggap bawahan sudah mengetahui bagaimana, kapan dan
dimana mereka barus melaksanakan tugas atau tangung jawabnya. Dengan penerapan
gaya kepemimpinan situasional ini, maka bawahan atau pegawai merasa
diperhatikan oleh pemimpin, sehingga diharapkan produktivitas kerjanya akan
meningkat.
Harsey & Blanchard mengembangkan
model kepemimpinan situasional efektif dengan memadukan tingkat kematangan anak
buah dengan pola perilaku yang dimiliki pimpinannya.
Ada 4 tingkat kematangan bawahan,
yaitu:
·
M 1 : bawahan tidak mampu dan tidak mau atau tidak ada
keyakinan.
·
M 2 : bawahan tidak mampu tetapi memiliki kemauan dan
keyakinan bahwa ia bisa.
·
M 3 : bawahan mampu tetapi tidak mempunyai kemauan dan tidak
yakin.
·
M 4 : bawahan mampu dan memiliki kemauan dan keyakinan untuk
menyelesaikan tugas.
Ada 4 gaya yang efektif untuk
diterapkan yaitu:
·
Gaya 1 : telling, pemimpin memberi instruksi dan mengawasi
pelaksanaan tugas dan kinerja anak buahnya.
·
Gaya 2 : selling, pemimpin menjelaskan keputusannya dan
membuka kesempatan untuk bertanya bila kurang jelas.
·
Gaya 3 : participating, pemimpin memberikan kesempatan untuk
menyampaikan ide-ide sebagai dasar pengambilan keputusan.
·
Gaya 4 : delegating, pemimpin melimpahkan keputusan dan
pelaksanaan tugas kepada bawahannya.
4. KONTINUM GAYA KEPEMIMPINAN
Gaya kepemimpinan kontinum dipelopori
oleh Robert Tannenbaum dan Warren Schmidt. Kedua ahli menggambarkan gagasannya
bahwa ada dua bidang pengaruh yang ekstrem , pertama bidang pengaruh pimpinan
kedua bidang pengaruh kebebasan bawahan. Gaya kepemimpinan managerial grid
dipelopori oleh Robert R Blake dan Jane S Mouton. Dalam pendekatan managerial
grid ini, manajer berhubungan dengan 2 hal yakni produksi di satu pihak dan
orang-orang di pihak lain. Managerial Grid menekankan bagaimana manajer
memikirkan produksi dan hubungan manajer serta memikirkan produksi dan hubungan
kerja dengan manusianya. Bukannya ditekankan pada berapa banyak produksi harus
dihasilkan, dan berapa banyak ia harus berhubungan dengan bawahan. Model Kepemimpinan Kontinum
(Otokratis-Demokratis). Tannenbaun dan Schmidt dalam Hersey dan Blanchard
(1994) berpendapat bahwa pemimpin mempengaruhi pengikutnya melalui beberapa
cara, yaitu dari cara yang menonjolkan sisi ekstrim yang disebut dengan
perilaku otokratis sampai dengan cara yang menonjolkan sisi ekstrim lainnya
yang disebut dengan perilaku demokratis. Perilaku otokratis, pada umumnya
dinilai bersifat negatif, di mana sumber kuasa atau wewenang berasal dari
adanya pengaruh pimpinan. Jadi otoritas berada di tangan pemimpin, karena
pemusatan kekuatan dan pengambilan keputusan ada pada dirinya serta memegang
tanggung jawab penuh, sedangkan bawahannya dipengaruhi melalui ancaman dan
hukuman. Selain bersifat negatif, gaya kepemimpinan ini mempunyai manfaat
antara lain, pengambilan keputusan cepat, dapat memberikan kepuasan pada
pimpinan serta memberikan rasa aman dan keteraturan bagi bawahan. Selain itu,
orientasi utama dari perilaku otokratis ini adalah pada tugas.
Perilaku demokratis; perilaku kepemimpinan ini
memperoleh sumber kuasa atau wewenang yang berawal dari bawahan. Hal ini
terjadi jika bawahan dimotivasi dengan tepat dan pimpinan dalam melaksanakan
kepemimpinannya berusaha mengutamakan kerjasama dan team work untuk mencapai
tujuan, di mana si pemimpin senang menerima saran, pendapat dan bahkan kritik
dari bawahannya. Kebijakan di sini terbuka bagi diskusi dan keputusan kelompok.
amun, kenyataannya perilaku kepemimpinan ini tidak mengacu pada dua model
perilaku kepemimpinan yang ekstrim di atas, melainkan memiliki kecenderungan
yang terdapat di antara dua sisi ekstrim tersebut. Tannenbaun dan Schmidt dalam
Hersey dan Blanchard (1994) mengelompokkannya menjadi tujuh kecenderungan
perilaku kepemimpinan. Ketujuh perilaku inipun tidak mutlak melainkan akan
memiliki kecenderungan perilaku kepemimpinan mengikuti suatu garis kontinum
dari sisi otokratis yang berorientasi pada tugas sampai dengan sisi demokratis
yang berorientasi pada hubungan.
Boleh minta daftar sumber referensi artikel ini ?
BalasHapus