CARA HALUS BILANG TIDAK
Bagi Mary Kay Ash, pengusaha
di bisnis kosmetik, manajemen waktu sudah lama jadi perhatian utamanya. Ia
sadar, telepon merupakan sarana penting untuk mencapai sukses. Sayang, juga
memboroskan banyak waktu. Sebagai orang sibuk, tak jarang dering telepon dari
teman bisa menjadi masalah.
Maka
setiap kali teman menelepon dan bertanya, "Punya waktu sebentar?",
jawaban Mary bukan "Maaf, saya sedang sibuk". Rupanya ia sudah
mempunyai kiat tersendiri. Sengaja dibelinya bel pintu, yang dibunyikannya saat
obrolan sudah melantur berlarut-larut. Kebetulan juga ia memelihara anjing yang
menyalak setiap kali bel berdering. Maka ia lantas bisa berkata dengan enak,
"Maaf, ada bel." Cara ini akan sukses mengakhiri obrolan tak menentu
tanpa menimbulkan rasa sakit hati.
Umumnya
kita memang sulit mengatakan "tidak". Seperti halnya Mary Kay Ash,
kita tak ingin menyinggung perasaan atau mengecewakan orang lain. Sepanjang
permintaan bicara itu penting, okelah. Tapi bila kita sedang tidak siap atau
sedang tak berselera ngobrol, justru perasaan kita sendiri yang bisa tersiksa.
Sungguh
keliru berkata "ya", kalau sesungguhnya kita ingin berkata
"tidak". Demikian pendapat terapis Herbert Fensterheim, Ph.D.,
pengarang Don't Say Yes When You Want to Say No.
Bahkan
ia yakin ketidaksanggupan berkata "tidak" bisa menimbulkan
konsekuensi negatif. Pertama, kita akan terbawa dalam kegiatan yang kita
sendiri tidak sreg untuk melakukannya. Membiarkan orang lain ngerecoki,
bisa menciptakan kekesalan dalam diri. Kedua, menyebabkan kita kurang
komunikatif dengan orang lain. Adakalanya secara tegas mengatakan
"tidak" bisa berarti amat menghemat waktu, di samping memelihara
ketenangan diri. Ternyata mengatakan "tidak" terhadap permintaan atau
ajakan, asalkan dengan cara yang halus, dinilai cukup bijaksana.
Berikut
ini beberapa cara bijak untuk mengatakan "tidak":
1.
Sertakan pujian saat berkata "tidak". Delores, guru besar Universitas
East Coast di AS, punya jurus jitu menolak. Ia melunakkan penolakannya dengan
pujian. Saat diminta menjadi dewan pengurus suatu organisasi, ia berkata,
"Saya senang Anda memperhatikan saya. Saya memang penggemar berat
organisasi Anda, sayang sekali jadwal saya tak memungkinkan menerima tawaran
ini." Begitu pula kita. Saat diajak makan siang, kita bisa menjawab,
"Saya senang diajak makan siang, tapi sayang banyak tugas yang tak bisa
dielakkan." Atau, saat diundang ke pesta, kita berkata, "Sangat
senang saya diundang ke rumah Anda. Bisa bertemu keluarga dan teman-teman Anda.
Tapi maaf saya tidak dapat hadir saat ini."
2.
Menolak secara tegas dan meyakinkan. "Saya hargai Anda telah mengantar
koran setiap hari, tetapi kali ini saya terpaksa tidak membacanya." Ini
contoh penolakan halus. Menyusun jawaban menolak secara meyakinkan memungkinkan
kita tetap bisa menjaga hubungan/persabahatan, sekaligus menghindari rasa sakit
hati. Jawaban tegas lain, "Tawarannya sangat bagus, tetapi maaf sekali
kami tidak mungkin menerimanya saat ini." "Gagasan bagus (atau produk
yang bagus), tapi belum kami perlukan saat ini."
3.
Menawarkan kompromi. Karena tak mungkin menampung semua permintaan, perlu
dipertimbangkan tanggapan secara tegas dan meyakinkan. Dalam buku Your
Perfect Right: A Guide to Assertive Living , Robert E. Alberti, Ph. D., dan
Michael L. Emmons, Ph. D., memberikan contoh ini, "Ibu mertua menelepon
untuk mengabarkan rencananya mengunjungi Anda selama tiga minggu."
Pengarang
buku itu mencatat tiga kemungkinan jawaban Anda:
a.
Anda berpikir, "Aduh, celaka!", tapi berkata, "Kami senang Ibu
akan berkunjung. Tinggallah selama Ibu suka."
b.
Anda pura-pura berterus terang dengan mengatakan bahwa anak-anak sedang pilek,
atau Anda pas ke luar kota saat dia berkunjungan.
c.
Anda dapat menolak, tetapi dengan nada kompromistis, "Kami senang Ibu akan
datang, tapi kalau tidak terlalu lama, barangkali akan lebih menyenangkan. Kita
malah akan lebih cepat ingin bertemu lagi. Masalahnya, anak-anak banyak
kegiatan sekolah, atau, kami banyak kegiatan lingkungan yang menyita waktu
sepulang bekerja."
4.
Berlatih layaknya tokoh masyarakat. Mereka umumnya berlatih agar mampu
menyampaikan tanggapan dengan percaya diri dan meyakinkan saat berhadapan
dengan wartawan. Prinsip yang sama juga berlaku bagi Anda untuk menyatakan
"tidak". Praktikkan dan berlatihlah di dalam hati atau langsung di
hadapan anggota keluarga atau teman.
5.
Minta waktu. Dengan maksud menolak, kita bisa menjawab, "Coba saya
pikirkan dulu"; "Bagaimana kalau saya membicarakannya dengan
suami/istri, keluarga, dsb.?"; "Saya akan periksa agenda dulu";
"Sekarang saya sungguh belum ada waktu. Bagaimana kalau saya minta waktu 1
- 2 hari lagi untuk menanggapi?"
Siasat
itu memberikan tiga keuntungan. Pertama, kita punya waktu untuk membuat alasan
yang bisa diterima. Kedua, masih ada kesempatan bagi kita untuk
mempertimbangkan lagi permintaan itu. Ketiga, kita membuat senang orang lain
dengan sikap seolah-olah menerima permintaan itu secara serius.
6.
Jawaban singkat dan to the point. Bulatkan pikiran dan katakan secara
terus terang penolakan itu. Contoh, "Maaf, saya tak bisa duduk dalam
kepengurusan yayasan ini." Singkat dan to the point. Penjelasan
panjang lebar, kenapa tidak dapat atau tidak setuju, justru memungkinkan orang
mengejar alasan-alasan kita. Sebuah contoh dialami Louise. Ia pernah gagal
menolak, karena menyampaikan banyak alasan kenapa tak mau duduk dalam
kepengurusan yayasan penyelenggara pendidikan pra-sekolah, tempat anaknya (4
tahun) menjalani pendidikan.
"Saya
menjelaskan bahwa pengurus rapat setiap minggu dan saya tak punya waktu
senggang. Saya juga tidak mempunyai sarana trasportasi malam hari. Saya malah
tersudut ketika mereka menanggapi, 'Anda tidak harus datang setiap minggu,
cukup dua minggu sekali. Jangan cemas soal angkutan, akan ada anggota pengurus
yang menjemput.'" Jadi, jawaban terbaik adalah singkat dan sederhana,
"Maaf, tidak, saya tidak dapat duduk dalam kepengurusan yayasan!"
7.
Katakan "tidak". Cara terbaik untuk menolak adalah dengan berkata
"tidak". Jangan takut berkata "tidak". Jika kita
menyanggupi semua permintaan orang lain, dari duduk dalam kepengurusan atau
kepanitiaan, menghadiri makan siang dan makan malam, dst. jelas kita tidak akan
punya waktu untuk mengerjakan hal lain. Ikut berperan serta itu baik, sepanjang
ada waktu. Bagaimana mungkin kita dapat mengelola waktu, jika waktu itu sudah kita
berikan kepada setiap orang?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar