Dasar Hukum Outsourcing
Outsourcing terbagi atas dua suku kata: out dan sourcing. Sourcing berarti mengalihkan kerja, tanggung jawab, dan keputusan kepada orang lain. Outsourcing dalam bahasa Indonesia berarti alih daya.
Menurut Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, outsourcing
pada dasarnya adalah penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada
pihak lain. Pada pasal 65 ayat 2 dan pasal 66 ayat 1 dijelaskan bahwa
pekerjaan yang dapat dialihkan atau diserahkan ke pihak lain adalah
pekerjaan yang bersifat penunjang dan tidak berhubungan langsung dengan
proses produksi, atau dalam istilah bisnis disebut sebagai “non-core”.
Penentuan “non –core” atau core dari suatu
pekerjaan berdasarkan pada Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: KEP.220/MEN/X/2004 tentang
Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan kepada
Perusahaan Lain. Pasal 6 menyebutkan syarat-syarat pekerjaan yang
dapat diserahkan kepada perusahaan pemborong pekerjaan antara lain:
- Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama baik manajemen maupun kegiatan pelaksanaan pekerjaan
- Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan
- Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan
- Tidak menghambat proses produksi secara langsung
Peraturan Pemerintah Terbaru
Ditemui dalam wawancara, Rujita, S.H., M.H., Kepala Bidang
Hubungan Industrial & Perlindungan Tenaga Kerja, Dinaskertrans DIY,
mengemukakan bahwa selama ini penerapan sistem outsourcing di
banyak perusahaan cukup menyimpang. Misalnya dalam hal gaji yang berada
di bawah upah minimum, pemotongan gaji, tidak adanya tunjangan, tidak
ada asuransi pekerja , dan pemenuhan hak dasar lainnya seperti jaminan
sosial. “Banyak perusahaan yang menyalahgunakan ketentuan outsourcing. Permasalahan outsourcing pun menjadi kompleks,” katanya.
Belum lama ini pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Nomor 19 Tahun 2012 tentang Syarat-Syarat
Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan kepada Perusahaan Lain
(Permen Outsourcing). Dalam aturan baru ini pekerjaan outsourcing ditutup, kecuali untuk lima jenis pekerjaan, yaitu jasa pembersihan (cleaning service), keamanan, transportasi, katering, dan jasa migas pertambangan.
Upaya Win-Win Solution
Berbagai langkah telah diusahakan untuk menyelesaikan permasalahan
ini. Menurut Rujita diperlukan adanya penataan ulang terhadap sistem
yang sudah ada sesuai UU Nomor 13 Tahun 2003. Dalam peraturan ini telah
dijelaskan tentang perlindungan terhadap tenaga kerja. “Bagi yang
dipekerjakan terus-menerus harus ada masa depan, seperti pesangon. Bagi
yang kerja kontrak dalam waktu tertentu harus dapat kejelasan kontrak,”
ujarnya.
Meski begitu, ada bijaknya untuk tidak memukul rata setiap perusahaan pengguna tenaga outsourcing bertindak
menyeleweng. ” Tidak semua perusahaan berlaku tidak benar. Semua sudah
ada aturan mainnya. Perusahaan yang tidak benar itulah yang seharusnya
ditindak,” ujar salah satu officer perusahaan outsourcing di Batam menanggapi permasalahan outsourcing.
Menurutnya, demo pekerja bisa disebabkan karena tidak dipenuhinya
hak-hak yang seharusnya diterima pekerja. Selama fasilitas yang
diterima memadai dan hak-hak pekerja tercukupi, hal tersebut tentu bisa
dihindari. “Semua kan sudah ada aturan mainnya,” urai officer tersebut menambahkan.
Komunikasi yang efektif dan terarah antara pengusaha dan karyawan tampaknya menjadi hal penting dalam menyelesaikan permasalah outsourcing.
“Hubungan antara pengusaha dan pekerja perlu diperjelas. Perjanjian
kerja perlu dicatatkan ke Dinaker. Dinaker akan memantau dan meneliti
apakah pelaksanaan perjanjian tersebut sudah sesuai ketentuan atau
menyimpang. Hal ini membantu agar kedua belah pihak tidak saling
dirugikan,” ujar Rujita sambil menutup wawancara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar