Jumat, 25 Januari 2013

KEBIJAKAN TATA RUANG DALAM MENYIKAPI DAN MENCEGAH BENCANA BANJIR DI PERKOTAAN


            Musibah banjir dan longsor yang terjadi di banyak daerah diawali dengan masuknya bulamn-bulan basah. Bulan basah ditandai dengan tingginya curah hujan yang biasanya terjadi pada bulan September hingga Desember. Di bulan-bulan ini biasa terjadi berbagai bencana alam. Banyak warga yang tinggal di kawasan perkotaan yang kurang teratur dan yang tinggal di sekitar lereng-lereng gunung terjal resah. Mereka selalu ketakutan akan datangnya berbagai bencana alam yang biasanya terjadi dikawasan mereka.

            Banjir dan tanah longsor memang merupakan masalah yang klasik, namun demikaian bencana ini harus segera mungkin ditanggulangi. Apabila tidak segera ditanggulangi akan terjadi lebih bsnysk lsgi korban yang dirugikan, baik itu korban jiwa maupun harta. 

            Banjir di banyak Kota disebabkan oleh bebeapa fakor. Pertama yang paling sering terjadi di perkotaan ialah tutupan daerah terbangun sangatlah tinggi. Tutupan daerah terbangun (Building Covered Area) adalah luas suatu daerah yang dimanfaatkan untuk bangunan. Jika building covered area sangat tinggi berarti kawasan yang terbangun lebih tinggi daripada banyaknya kawasan kosong, atau dengan kata lain BCR (Building Covered Rasio) tinggi. Akibatnya jika hujan turun, tidak ada lagi daerah yang bisa benjadadi jalan resapan air. Rung terbuka sebenarna sagat berguna dalam kehidupan baik dalam skala rumah angga maupun skala perkotaan. Jika dalam skala perumahan atau perkotaan tidak tersedia ruang terbuka maka air tidak mempunyai jalan untuk meresap. 

            Ruang terbangun di berbagai kota lebih banyak difungsikan sebagai tempat hunian penduduk biasanya ruang-ruan ini mempunyai tinkat BCR yan sangat tinggi. Klasifikasi BCR terdiri dari tinat tinggi (>60%), sedang (40%-60%), dan rendah (<40%). Di perkotaan tingkat BCR sangat tinggi, hal ini terjadi karena di wilayah perkotaan sangat terbatas dengan harga yang sangat tinggi. Hal ini menyebabkan masyarakat ingin menggunakan lahan yan dia punya semasimal mungkin, apalagi dengan korelasi wilayah kota dengan berbagai faktor ekonomi yang sangat mendukung. Disamping BCR juga terdapat standar lain yang digunakan yaitu KLB (Koefisien Lantai Bangunan) yang menyatakan banyaknya luas wilayah yang boleh digunakan untuk lantai sebuah bangunan. Yang idealnya adalah 60% untuk bangunan dan sisanya digunakan untuk ruang terbuka hijau (RTH)

            Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan ini, namun tetap bisa mengopimalkan fungsi lahan ialah dengan mengendalikan melalui siatim tata ruang. Salah satu jalan ialah dengan menetapkan dan mengawasi intensitas bangunan, antara lain dengan penetapan BCR dan KLB. Selain BCR, Koefisien Lantai Bangunan (KLB) juga harus diperhatian. Hal ini tidak lain adalah untuk menjaga kepadaan tanah dan ketinggian bangunan. Standar ini sangat berguna sekali untuk mengawasi dan mengatur suatu wilayah perkotaan. Standar ini juga sangat berguna untuk mencegah dan meminimalisir dari bencana seperti banjir dan kebakaran. 

            Selain pada skala perumahan (mikro) perlu juga disdiakan tindakan pengoptimalan ruang terbuka juga harus dilaksanakan pada tingkatan yag lebih tinggi sampai pada tingkat kota. Selain thap penyediaan ruangan terbuka, pemrintah juga harus mengendalikan dan mengawasi terhadap pembangunan yang dilakukan oleh masyarakat. Agar pembangunan yang dlakan oleh masyarakat bisa tetap terkontrol dan terkendali. 

            Selain dengan jalan pengoptimalan ruang terbuka hijau, langkah lain yang dapat dilaksanakan ialah dengan memelihara atau menciptakan sistim drainase yang baik, mulai dari drainase primer, sekunder, maupun tersier. Salah satu sistim drainase yang baik ialah sistem drainase yang kolektif, yaitu dimulai dari drainase tersier dan berakhir pada drainase primer. Sistim drainase yang baik juga harus dibangun berdasarkian dimensi yang proporsional dengan memperhaikan curah hujan dan juga banyakna limbah cair yang dibuang ileh masyarakat. Untuk mengopimalkan fungsi dari  saluran drainase, juga harus diperhatikan tentang perawatan saluran drainase dan juga penempatan pada posisi yang tepat. Jangan sampai saluran drainase sekunder diletakkan pada daerah dengan kontur yang lebih tinggi daripada saluran awalnya. Dalam hal perawatan, kelancaran aliran air juga harus diperhatikan, jangan sampai terjadi penyumbatan pada saluran-saluran drainase. 

            Untuk mengatasi bencana banjir yang terjadi di keanakan awasan perkoataan, memang bukan suatu pekerjaan an mudah. Langkah langkah untuk mengatsinya juga harus dilahsanaan dengan kesadaran dari pribadi warganya dan juga dukungan serta partisipasi dari pemerintah. Meskipun diatur dengan undang-undang yang sanga baik dan sistim drainase yang sangat modern, tanpa adanya partisipasi masyarakat semua itu tidaklah ada artinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar